DomaiNesia

Sebanyak 42.385 Pekerja Mengalami PHK Sepanjang Januari hingga Juni 2025, Naik 32 Persen

sebanyak 42.385 pekerja mengalami PHK sepanjang Januari hingga Juni 2025

Jakarta, beritakebumen.co.id - Pemutusan hubungan kerja (PHK) masih menjadi tantangan besar di dunia ketenagakerjaan Indonesia. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat bahwa sebanyak 42.385 pekerja mengalami PHK sepanjang Januari hingga Juni 2025. Jumlah ini meningkat sekitar 32,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencatat 32.064 pekerja terdampak. 

Peningkatan ini menjadi sorotan karena tidak hanya berdampak pada stabilitas ekonomi keluarga pekerja, tetapi juga mencerminkan kondisi industri dan ketenagakerjaan nasional. Data ini dirangkum dari Satudata Kemnaker yang mengklasifikasikan jumlah PHK berdasarkan wilayah dan sektor industri yang terdampak. Kenaikan angka PHK ini pun memicu berbagai tanggapan, baik dari Menteri Ketenagakerjaan maupun pejabat terkait lainnya.

PHK Meningkat Tajam di Semester Pertama 2025


PHK menjadi isu utama pada awal tahun 2025 dengan lonjakan kasus yang cukup signifikan. Data resmi Kemnaker menunjukkan sebanyak 42.385 pekerja mengalami PHK selama enam bulan pertama tahun ini. Angka tersebut mengalami kenaikan lebih dari 10.000 orang dibandingkan periode Januari–Juni tahun sebelumnya. 

Kenaikan ini mengindikasikan adanya tekanan serius yang dihadapi industri, baik karena kondisi pasar, perubahan strategi bisnis, maupun tantangan internal perusahaan. Selain menyoroti jumlah, laporan ini juga membuka ruang diskusi terkait perlindungan pekerja dan sistem ketenagakerjaan yang lebih adaptif.

PHK Terbanyak Terjadi di Jawa Tengah


PHK terbanyak terjadi di Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah mencapai 10.995 pekerja. Wilayah ini menjadi yang paling terdampak di antara provinsi lainnya di Indonesia. Di posisi kedua terdapat Jawa Barat dengan 9.494 pekerja, lalu diikuti oleh Banten sebanyak 4.267 orang. 

Kondisi ini menunjukkan bahwa kawasan dengan konsentrasi industri padat karya menjadi daerah paling rentan terhadap gelombang PHK. Penyebaran kasus ini memperkuat pentingnya evaluasi kebijakan ketenagakerjaan yang lebih responsif terhadap tantangan di masing-masing wilayah.

PHK Disebabkan Beragam Faktor Internal dan Eksternal


PHK menurut Menteri Ketenagakerjaan Yassierli disebabkan oleh berbagai faktor. Baik kondisi eksternal seperti penurunan permintaan pasar dan disrupsi ekonomi global, maupun faktor internal seperti perubahan model bisnis atau konflik hubungan industrial. Dengan situasi yang sangat dinamis, banyak perusahaan harus beradaptasi cepat, yang kadang berdampak pada efisiensi tenaga kerja. Pemerintah melihat perlunya pembenahan sistem hubungan kerja agar lebih tangguh menghadapi perubahan. Kesiapan adaptasi industri terhadap tantangan ekonomi global juga menjadi kunci agar kasus PHK tidak terus meningkat.

"PHK bisa terjadi karena berbagai hal, misalnya karena penurunan pasar, perubahan model bisnis, ataupun masalah hubungan industrial di dalam perusahaan," kata Yassierli dalam keterangan tertulis, Selasa, 22 Juli 2025, dikutip dari nasional.tvrinews.com

Kemnaker Siapkan Laporan Lebih Rinci dan Terpadu


PHK menjadi perhatian serius pemerintah, sehingga Kemnaker tengah menyusun laporan lanjutan yang lebih rinci. Laporan tersebut mencakup sebaran PHK berdasarkan sektor industri, jenis pekerjaan, hingga penyebab utama yang mendasarinya. Dengan data yang lebih lengkap dan komprehensif, diharapkan pemerintah pusat maupun daerah bisa membuat kebijakan yang lebih tepat sasaran.

Pendekatan berbasis data juga penting untuk memastikan program perlindungan dan pemberdayaan tenaga kerja benar-benar menyentuh kebutuhan di lapangan. Upaya ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang Kemnaker dalam menstabilkan sektor ketenagakerjaan.

Tren PHK Mulai Menurun di Bulan Juni 2025


PHK memang mengalami lonjakan pada awal tahun, namun ada kabar baik di pertengahan tahun. Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi, menyampaikan bahwa tren PHK mulai menurun secara bulanan. Pada bulan Juni 2025, jumlah pekerja yang terkena PHK tercatat 1.609 orang, jauh menurun dibandingkan bulan Mei yang mencapai 4.702 pekerja. 

Penurunan ini menjadi sinyal positif bahwa kondisi industri mulai membaik. Meski demikian, kewaspadaan tetap diperlukan, terutama dalam menjaga kestabilan perusahaan besar dan sektor padat karya agar tidak kembali memicu gelombang PHK berikutnya.

PHK Massal oleh Perusahaan Tekstil Jadi Pemicu Awal Tahun


PHK dalam jumlah besar sempat terjadi di awal 2025, salah satunya dipicu oleh pemutusan hubungan kerja massal dari perusahaan tekstil besar, Sritex. Perusahaan ini menyumbang angka yang cukup besar terhadap total kasus PHK nasional dalam periode tersebut. 

Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan besar dengan ribuan pekerja memiliki dampak signifikan terhadap data ketenagakerjaan nasional saat terjadi krisis internal. Hal ini memperkuat pentingnya pengawasan terhadap perusahaan skala besar dan kesiapan pemerintah dalam memberikan pendampingan serta mitigasi risiko di sektor industri utama.

Lonjakan angka PHK di semester pertama 2025 menjadi alarm penting bagi semua pihak. Bagi masyarakat, penting untuk terus meningkatkan keterampilan agar mampu bertahan di tengah dinamika industri. Sementara bagi pemerintah, perlindungan terhadap tenaga kerja harus semakin diperkuat, termasuk dalam pengawasan hubungan industrial dan pemberian pelatihan kerja. 

Kebijakan yang adaptif dan berbasis data sangat dibutuhkan agar tidak hanya reaktif, tetapi juga preventif dalam menghadapi risiko PHK massal di masa depan. Inklusi, keadilan, dan perlindungan kerja harus menjadi fondasi utama pembangunan ketenagakerjaan nasional.




-----------------------------
Ikuti Berita Kebumen di Google News
Previous Post Next Post