Cegah Pungutan Liar, Bupati Tegaskan Sekolah Dilarang Menarik Uang Gedung atau Sarpras melalui Komite


KEBUMEN, beritakebumen.co.id - Sekolah negeri dilarang membebankan biaya sarana dan prasarana (sarpras) termasuk uang gedung kepada Komite Sekolah. Yang mana, ujung-ujungnya akan berdampak kepada siswa atau wali murid dengan pungutan liarnya. 

Hal itu disampaikan Bupati Kebumen Arif Sugiyanto saat menggelar Rapat Koordinasi Terkait Penyelenggaraan Pendidikan SD dan SMP dengan Dinas Pendidikan beserta jajarannya, para camat, perwakilan kepala sekolah SMP dan Kepala Sekolah SD, di Ruang Arungbinang, Kompleks Pendopo Kabumian, Senin (24/10).

Rapat tersebut secara khusus membahas mengenai teknis pelaksanaan sumbangan sekolah yang dilakukan oleh Komite. Bupati menyatakan, sumbangan dan pungutan adalah dua hal yang berbeda. Persoalan ini masih terus dibicarakan di masyarakat, sehingga perlu penjelasan atau pemahaman yang jelas sesuai aturan.

Bupati lebih dulu memetakan tiga hal dasar yang menjadi kebutuhan sekolah. Pertama adalah kebutuhan tenaga pengajar. Kedua sarana dan prasarana (Sarpras), Ketiga, adalah peningkatan mutu pendidikan yang di dalamnya ada kegiatan ekstrakurikuler, lomba, dan beberapa hal lainnya.

Untuk tenaga pendidik, atau guru diakui di Kebumen jumlahnya masih kekurangan, sehingga, Bupati meminta kepada dinas terkait untuk memetakan sekolah yang kelebihan pengajar, dan mana sekolah yang masih kekurangan agar dialihkan ke sekolah lain, atau dibuka formasi baru untuk guru sesuai Mapel yang dibutuhkan.

"Jadi yang pertama kebutuhan pokok adalah tenaga pengajar, ibarat makanan itu adalah nasi, itu kita masih kekurangan. Yang kelebihan tolong distop, jangan ngangkat GTT lagi, kecuali yang betul-betul masih kurang, nanti bisa dicek dan didata ulang, agar jelas kebutuhan guru kita berapa," ujar Bupati.

Kemudian untuk Sarpras, Bupati menegaskan jangan sampai sekolah membebankan kepada Komite yang ujung-ujungnya akan berdampak kepada siswa atau wali murid dengan pungutan liarnya. Biarkan kebutuhan Sarpras seperti pembangunan gedung dan pendukung lainnya dibebankan kepada Dinas Pendidikan.

"Untuk kebutuhan Sarpras saya tekankan jangan sekolah membebankan itu kepada Komite. Bila ada kebutuhan Sarpras seperti pembangunan gedung atau pendukung lainnya silakan buat proposal dan ajukan ke Dinas, apakah bisa diselesaikan atau tidak, dengan anggaran yang ada, kalau tidak, ya memang belum saatnya untuk dibangun," ujar Bupati.

Adapun untuk kebutuhan Peningkatan Mutu Pendidikan, seperti kebutuhan tenaga pendidik dan ekstrakulikuler, pihak sekolah bisa melibatkan Komite untuk menghimpun pembiayaan. Itupun kata Bupati, ada tata aturannya sesuai Permendikbud No 75 Tahun 2016.

Bupati menyatakan, sebelum melakukan langkah-langkah untuk menarik sumbangan, Komite harus lebih dulu melakukan rapat dengan kepala sekolah guna membicarakan kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Kemudian dimunculkan berita rapatnya.

Setelah itu, baru Komite mengundang wali murid atau masyarakat yang berkenan untuk menjadi donatur. 

"Disitu Komite harus bisa menjelaskan apa yang menjadi kebutuhan sekolah untuk peningkatan mutu, dan harus menjadi kesepakatan bersama, tidak ada paksaan," terangnya.

Lebih lanjut, Bupati menyatakan, segala bentuk sumbangan harus dimasukan dalam rekening bersama milik Komite, dan Komite dilarang meminta sumbangan kepada wali murid yang tidak mampu atau masyarakat yang miskin. "Mereka tidak punya kewajiban nyumbang, jadi tidak boleh ikut dimintain sumbangan," jelasnya.

Untuk biaya gaji guru honorer kata Bupati, bisa ikut dibebankan kepada Komite. Karena ini menyangkut peningkatan mutu. Namun lagi-lagi, perencanaan itu harus lebih dulu dibicarakan antara Komite dengan sekolah, lalu dibahas atau dibicarakan lagi dengan wali murid atau masyarakat agar jelas melangkahnya.

Komite Sekolah sendiri terdiri dari unsur orang tua atau wali siswa yang masih aktif pada sekolah bersangkutan paling banyak 50 persen, tokoh masyarakat paling banyak 30 persen,  dan pakar pendidikan paling banyak 30 persen. 

Bupati menyadari, dana Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) masih kurang untuk mencukupi kebutuhan sekolah, sementara semua guru pasti menginginkan ada peningkatan mutu pendidikan di tiap-tiap sekolahnya. Namun bagaimanapun, tata aturan itu harus dijalankan, tidak asal melangkah.

"Saya, Bupati juga penginnya sama, maunya saya jalan di Kebumen semua mulus. Tapi kalau jalan semua dibangun, lalu yang buat gaji PNS, buat gaji guru, buat bantuan sosial, bayarnya pakai apa? Tetap kita harus berpedoman pada tata aturan, bahwa kebutuhan tidak hanya jalan. Jalan tetap kita bangun secara bertahap, tapi kebutuhan pokok lain jangan sampai diabaikan," terang Bupati.

"Jadi tugas kepala sekolah, hanya menjawab saja, kalau nanti dikomplen oleh wali murid atau masyarakat ko mushalanya rapuh, gedungnya pada rusak, belum dibangun-dibangun. Kalau memang belum ada anggaran, ya jawab saja belum ada anggaran. Pada saatnya nanti akan dibangun," tambah Bupati.

Bupati meminta jangan sampai ada sekolah yang hutang untuk memenuhi kebutuhan Sarpras. Apalagi dengan anggaran yang besar, misalnya untuk membeli alat gamelan yang nilainya ratusan juta. Cukup itu ajukan ke dinas, buat perencanaanya, agar bisa dicarikan solusi penanganannya.
(bk/kab)
-----------------------------
Ikuti Berita Kebumen di Google News
Previous Post Next Post