KEBUMEN, beritakebumen.co.id - Kunjungan rombongan dari Serui, Papua ke Desa Gebangsari, Kebumen bukan sekadar perjalanan wisata biasa. Setelah menempuh perjalanan panjang selama tujuh hari tujuh malam, dan sehari sebelumnya beristirahat penuh, para peserta dari Jemaat Siloam Fitaundep, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, akhirnya memulai kegiatan utama mereka di Eduwisata Gerabah Gebangsari (Gegasari).
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian “Tour Wisata Karya 2025” yang mereka jalani. Tidak hanya menikmati suasana desa, mereka juga diajak untuk belajar, berdialog langsung, hingga mencoba membuat gerabah khas Gegasari. Dari kegiatan ini, muncul semangat baru untuk membawa keterampilan ini kembali ke tanah Papua.
Kegiatan di Eduwisata Gerabah Gebangsari pada Senin, 30 Juli 2025, diawali dengan pemaparan materi oleh Sutikno, pengelola Gegasari. Dengan penuh perhatian, rombongan dari Serui Papua menyimak materi mengenai proses pembuatan gerabah tanah liat.
Antusias Belajar di Eduwisata Gerabah Gegasari
Kegiatan di Eduwisata Gerabah Gebangsari pada Senin, 30 Juli 2025, diawali dengan pemaparan materi oleh Sutikno, pengelola Gegasari. Dengan penuh perhatian, rombongan dari Serui Papua menyimak materi mengenai proses pembuatan gerabah tanah liat.
Mereka antusias bertanya, khususnya tentang jenis tanah di Papua yang cenderung merah dan kemungkinan digunakan untuk membuat gerabah. Tikno menyampaikan bahwa untuk mengetahui potensi tanah tersebut, perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu, meski sayangnya tanah dari Serui belum sempat dibawa.
Baca Juga : Sebanyak 58 Orang dari Serui Papua Kunjungi Wisata Gerabah Gebangsari, Tempuh Perjalanan 7 Hari 7 Malam
Rasa antusias terlihat dari wajah-wajah mereka, dan sesekali bertanya langsung. Terutama mengenai tanah di Papua yang cenderung tanah merah, apakah bisa untuk membuat gerabah juga.
Usai pemaparan, peserta langsung diajak praktek membuat gerabah bersama para pengrajin Gegasari. Suasana penuh semangat, canda tawa, dan pertukaran budaya pun tercipta. Bahasa ngapak dan dialek Papua bersahut-sahutan, membentuk interaksi yang hangat dan menyenangkan.
Langsung Praktek Membuat Gerabah Tanah Liat
Usai pemaparan, peserta langsung diajak praktek membuat gerabah bersama para pengrajin Gegasari. Suasana penuh semangat, canda tawa, dan pertukaran budaya pun tercipta. Bahasa ngapak dan dialek Papua bersahut-sahutan, membentuk interaksi yang hangat dan menyenangkan.
Beberapa peserta bahkan mencoba membuat gerabah hingga empat kali karena merasa ketagihan. Tak hanya itu, beberapa di antara mereka tertarik membeli alat pembuat gerabah untuk dibawa pulang, meski sadar akan tantangan biaya pengiriman yang tinggi dan risiko kerusakan.
Baca Juga : Suka Duka Mbah Sarmo, 30 Tahun Bergelut dengan Tanah Liat
Saat membuatnya pun diselingi canda dan tawa, termasuk mengenal Bahasa ngapak. Pengrajin Gerabah Gebangsari dan Teman-teman dari Serui Papua bertukar Bahasa. Ngapak dan Papua, dari situ terjalin keakraban.
Setelah kegiatan praktek, rombongan diajak mengunjungi rumah Pak Sarmo, salah satu pengrajin gerabah yang dikenal ulet dan inovatif. Mereka melihat langsung berbagai bentuk gerabah dan proses pembakaran menggunakan tungku, yang memungkinkan pembakaran tetap berlangsung meski hujan.
Saat membuatnya pun diselingi canda dan tawa, termasuk mengenal Bahasa ngapak. Pengrajin Gerabah Gebangsari dan Teman-teman dari Serui Papua bertukar Bahasa. Ngapak dan Papua, dari situ terjalin keakraban.
Kunjungan ke Rumah Pengrajin: Semakin Terinspirasi
Setelah kegiatan praktek, rombongan diajak mengunjungi rumah Pak Sarmo, salah satu pengrajin gerabah yang dikenal ulet dan inovatif. Mereka melihat langsung berbagai bentuk gerabah dan proses pembakaran menggunakan tungku, yang memungkinkan pembakaran tetap berlangsung meski hujan.
Di sana, para peserta tidak hanya mengagumi hasil karya Pak Sarmo, tetapi juga membeli beberapa gerabah untuk dibawa pulang. Namun sebagian memilih membayar di awal dan mengambil saat hari kepulangan karena keterbatasan ruang bawaan dan pertimbangan biaya kirim.
Di rumah pak sarmo, mereka semua melihat-lihat begitu banyak aneka bentuk gerabah, serta keheranan. Melihat-lihat dan memilah gerabah yang disuka.
Kegiatan di Eduwisata Gerabah Gegasari membuktikan bahwa pertukaran pengetahuan dan budaya bisa dilakukan dengan cara yang sederhana namun berdampak besar. Kegiatan seperti ini seharusnya terus didorong oleh pemerintah sebagai bagian dari penguatan sektor wisata edukatif.
Kegiatan di Eduwisata Gerabah Gegasari membuktikan bahwa pertukaran pengetahuan dan budaya bisa dilakukan dengan cara yang sederhana namun berdampak besar. Kegiatan seperti ini seharusnya terus didorong oleh pemerintah sebagai bagian dari penguatan sektor wisata edukatif.
Bagi masyarakat, momen ini menjadi bukti bahwa kekayaan lokal seperti gerabah tanah liat dapat menjadi jembatan antarwilayah, sekaligus sarana pemberdayaan yang konkret. Eduwisata bukan hanya soal berkunjung, tetapi bagaimana membawa inspirasi pulang ke kampung halaman untuk dikembangkan bersama.
-----------------------------
Ikuti Berita Kebumen di Google News
-----------------------------
Ikuti Berita Kebumen di Google News