Utang Pemerintah ke Pertamina dan PLN Capai Rp 109 T. Ini Alasan Sri Mulyani

Menteri Keuangan, Sri Mulyani. (Foto: kemenkeu.go.id)

KEBUMEN, beritakebumen.co.id -  Pemerintah memiliki utang cukup besar kepada dua perusahaan BUMN, yakni kepada Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PT Pertamina) dan Perusahaan Listrik Negara (PT Perusahaan Listrik Negara). Jumlahnya mencapai Rp 109 triliun.

Utang tersebut merupakan kewajiban terkait kompensasi penyaluran BBM dan listrik yang harus dibayar hingga ahir tahun 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan alasan terkait hal itu. Ia mengatakan, pemerintah harus membayar kompensasi kepada Pertamina dan PLN sebab harga BBM dan tarif listrik belum mengalami perubahan atau kenaikan harga.

"Ini yang disebut shock absorber, APBN mengambil seluruh shock yang berasal dari minyak dan listrik. Masyarakat tidak mengalami dampak namun APBN yang harus mengambil konsekuensinya," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (28/3/2022).

Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban kompensasi untuk tahun 2021 sebesar Rp 93,1 triliun. Ini terdiri atas kompensasi harga jual eceran (HJE) BBM kepada Pertamina sebesar Rp 68,5 triliun dan kompensasi tarif listrik ke PLN sebesar Rp 24,6 triliun.

Kemudian kewajiban pembayaran kompensasi pada 2020 yang sebenarnya mencapai Rp 63,8 triliun tetapi Rp 47,9 trilyun sudah dibayarkan pada tahun lalu. Sehingga utang kompensasi sisa kewajiban tahun 2020 sebesar Rp 15,9 triliun.

Dengan begitu maka jumlah total utang pemerintah kepada Pertamina dan PLN adalah Rp 109 trilyun. 

Kebijakan pemerintah tidak menaikkan harga BBM dan tarif listrik meski harga minyak dunia dan komoditas melonjak kemungkinan akan berlanjut pada tahun ini. Hal itu dilakukan, kata Sri Mulyani, demi menjaga daya beli masyarakat. 

Ia menyebut, belanja APBN sebelumnya banyak untuk kebutuhan kesehatan, kini beralih untuk menahan kenaikan harga-harga sejumlah kebutuhan masyarakat. Lonjakan pada nilai kompensasi energi tersebut mengindikasikan bahwa APBN saat ini mulai menghadapi tekanan baru yakni pembengkakan belanja untuk subsidi.
(bk01/bbs)
Previous Post Next Post